Potretkota.com - Belasan karyawan telah melaporkan PT Long Soon Indonesia (LSI) ke Dinas Tenaga Kerja. Pasalnya, perusahaan yang terletak di Ngoro Industri, Blok F.15-17, Kabupaten Mojokerto telah menyalahi aturan dan melanggar undang-undang ketenagakerjaan.
Pelanggaran tersebut yaitu, membayar gaji karyawan dibawah UMK senilai Rp 2 sampai 3 juta per'bulan. Sedangkan UMK di Kabupaten Mojokerto tahun 2023 senilai Rp 4.054.787 juta.
Buruh yang bekerja mulai tahun 2015 sampai 2023, dianggap oleh perusahaan sebagai Harian Lepas (HL). Padahal belasan buruh tersebut bertahun tahun dipekerjakan secara terus menerus, tidak melakukan perjanjian kerja tertulis. Disamping itu, perusahaan tidak membayar cuti tahunan pada pekerja dan tidak membayar cuti haid para pekerja perempun. Terakhir, pihak perusahaan tidak membayar upah lembur sesuai ketentuan Undang-undang yang ada.
Tri Handriyani selaku karyawan PT LSI meminta perusahaan bertanggung jawab. "Karena selama ini belasan karyawan diam. Namun setelah dibiarkan, serasa dipermainkan. Oleh karena itu, rekan-rekan dari 11 karyawan sepakat melaporkan perusahaan ke Pengawasan Disnakertrans Provinsi Jawa Timur," katanya.
Menurut Tri, sejak tahun 2015 sampai 2023, perusahaan tidak pernah melakukan perjanjian kerja secara tertulis dengan karyawan, melainkan hanya secara lisan. "Bahkan pihaknya menyebut perusahaan mengerjakan karyawanya secara terus menerus, keculi pada libur resmi hari Sabtu dan Minggu ketetapan dari pemerintah. Kemudian perusahaan menggaji karyawan berfariatif, dengan nilai Rp 2 juta dan sampai ada yang Rp 3 juta per'bulan. Untuk kerjanya per'bulan rata-rata 21 hari. Untuk hari libur tanggal merah tidak di gaji. Jadi karyawan mendapat upah tergantung pada saat bekerja," tambanya.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Buruh Industrial Indonesia (SPBII), Filokhil Mahfud meminta Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertran) Provinsi Jawa Timur (Jatim) untuk menindak tegas perusahaan nakal yang melanggar ketentuan undang-undang. Sebab kalau dibiarkan, khawatirnya akan semakin banyak perusahaan nakal yang akan bermain main dengan aturan hukum dan mengorbankan para pekerja. Apalagi PT LSI perusahaan modal asing (PMA) yang dipimpin oleh orang asing atau status WNA.
Mahfud menuding perusahaan PT LSI diduga kuat telah melanggar aturan dan melakuan tindakan pelarangan bekerja sebagaimana ketentuan pasal 93 ayat 2.(f) jo pasal 186 UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah dengan UU No 11 Th. 2020 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman Pidana paling lama 4 (empat) tahun.
"Dalam laporannya pekerja menyampaikan diantaranya perusahaan membayar upah dibawah UMK Kabupaten Mojokerto, sebagai ketentuan pasal 88E ayat (2) jo pasal 185 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perubahan pertama UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 4 tahun," terang Mahfud.
Sementara, HRD PT LSI, Wahyu menyampaikan pihaknya tidak banyak tau persoalan tersebut. "Jadi permasalahan 11 karyawan secara mendetail saya kurang faham dan kurang tau betul. Yang saya faham diperusahaan sini sistim pekerjanya yaitu harian lepas. Kalau yang mengenai 11 karyawan, sebenarnya mereka pekerja harian lepas. Dan dulu mereka dipekerjakan, kemudian diliburkan setelah itu dipanggil lagi untuk bekerja," ujarnya.
Disinggung soal gaji dibawah UMK, Wahyu tidak menampiknya. Bahkan, ia menyebut, sistim perusahaan memang begitu. "Menggaji karyawan harian lepas segitu. Karena kalau dilihat keuntungan, perusahaan memang rugi. Soal cuti haid itu diberlakukan kusus untuk karyawan tetap," tutupnya. (Mat)