Potretkota.com - Baru-baru ini jagat maya dihebohkan dengan kehadiran seorang remaja bernama Fajar Labatjo atau dikenal dengan sebutan Fajar Sadboy. Remaja kelahiran 2007 ini menjadi viral lantaran kisahnya yang patah hati dari seorang gadis bernama Putri Diyana Cahaya Akub atau Ayya Aiin. Ayya ditengarai pergi meninggalkan Fajar.
Fajar yang merasa terluka hatinya itu, kemudian membagikan kisah sedihnya melalui situs jejaring Tik Tok. Tak ayal, unggahan Fajar ini menuai respon dari netizen dan tak sedikit yang penasaran dengan latar belakang Fajar. Bahkan, untuk mengungkap siapa dan bagaiman kehidupan Fajar, remaja yang masih berusia 15 tahun ini diundang di berbagai podcast dan sejumlah program TV.
Oleh karena saking seringnya konten maupun program TV yang menampilkan Fajar berseliweran, Podcaster Deddy Corbuzier pun angkat bicara. Dalam unggahan di kanal Youtube miliknya, artis yang baru saja menerima pangkat Letnan Kolonel Tituler Angkatan Darat dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto itu, mengkritik KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).
Kritik yang dilontarkan Deddy sendiri bukan tanpa sebab maupun analisa sebelumnya. Dalam penyampaiannya, Deddy juga terlihat mengungkap sejumlah sudut pandang. Tak hanya KPI, beberapa artis yang menghadirkan Fajar sebagai narasumber pun tak luput dari sorotan Deddy. Lalu seperti apa pandangan Deddy tentang viralnya Fajar Sadboy? Berikut ulasannya.
“Oke gue mau ngebahas tentang Fajar Sadboy dan saya mau protes, mau emosi, mau marah tentang Fajar Sadboy, tapi anda tenang dulu. Ini bukan masalah Fajar Sadboynya yang mana nggak pernah gua undang di sini dan memang gak akan pernah gua undang di sini,” ujar Deddy saat membuka monolog di studio podcastnya, Selasa, (17/01/2023).
Akan tetapi, sebelum Deddy mengungkap unek-uneknya ke KPI, ia memberikan gambaran jika seandainya Fajar diundang di Podcast Close the Door tentu Deddy akan menuai beragam komentar yang sifatnya sinis. Menurutnya, netizen pasti akan menilai Deddy menjilat ludah sendiri. “Weh om Deddy, katanya don’t make stupid people famous,” lanjut Deddy menggambarkan komentar netizen.
Ada sejumlah hal yang Deddy Corbuzier nilai dari setiap konten, khususnya program TV yang menampilkan Fajar Sadboy. Deddy menilai orang yang sudah terkenal justru sekarang menjadi bodoh, sehingga pola pikirnya terbalik. Platform-platform yang mengangkat kebodohan seseorang inilah yang justru menjadikan orang bodoh menjadi terkenal.
“Jadi kalau saya undang, orang ini sudah famous dulu, bukan bikin people stupid famous, know? Is all ready famous kebetulan stupid, dan saya nggak pernah mengatakan Fajar stupid, saya mengatakan kalau netizen ngomongnya seperti itu. Tapi that’s not the problem, bukan itu masalahnya, gua nggak ada masalah dengan Fajar Sadboy,” jelas Deddy.
Deddy menilai trend sekarang ini kadang-kadang sudah stupid. Orang-orang yang membuat mereka menjadi disembah dengan sedikit ketenaran. Jika dahulu, seseorang tiba-tiba meledak tenar disukai banyak orang, namun tiba-tiba juga hilang. Inilah yang disebut trend menurut Deddy, lalu ketika sudah menghilang akan muncul beragam komentar yang sifatnya menghujat.
Selain itu, atas program-program dan konten yang ditampilkan, kebanyakan orang tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Orang-orang semacam ini yang Deddy katakan sebagai tipikal FOMO (Fear Of Missing Out), yakni tipikal seseorang yang merasa takut ketinggalan karena tidak mengikuti aktivitas tertentu. Jika ada suatu kehebohan, maka ia ikutan heboh.
Untuk kehadiran Fajar Sadboy dalam sebuah program TV maupun kanal talkshow lain yang seperti sekarang ini sedang marak digunakan, katakanlah seperti kanal Youtube, Deddy tidak mempermasalahkan itu. Sebab sebuah program maupun konten tertentu butuh untuk mengangkat rating, serta meraih pemirsa yang lebih banyak.
Viralnya Fajar Sadboy juga dikatakan Deddy sebagai fenomena yang diminati, karena ada kecenderungan dari masyarakat untuk menyukai tontonan tentang kebodohan orang lain. Kebiasaan ini pun juga ada teori psikologi yang disebut schadenfreude atau dalam bahasa Inggris disebut malicious joy, yakni rasa senang ketika melihat orang lain sedang mengalami kesusahan.
Fenomena ini dipandang Deddy juga bermain di ranah psikologi masyarakat dengan memanfaatkan rasa simpati dan empati. Hal ini bisa terjadi karena ada hormon yang mengganggu rasa simpati dan empati seseorang. Hormon ini disebut dengan hypothalamic neuropeptide oxytocin, yaitu ketika melihat suatu keadaan sedihnya orang lain maka naiklah hormon oxytocin atau simpati.
“Oxytocin itu adalah hormon cinta, hormon bahagia. Ketika kita ngelihat sesuatu seperti itu, keluar oxytocin, hormon simpati kita dan hormon simpati kita ini, oxytocin ini adiktif. Akhirnya kita akan tonton lagi, tonton lagi, tonton lagi. This what make stupid people famous, ower hormon works like that,” ungkap Deddy menjelaskan tentang kecenderungan psikologis masyarakat.
Inilah yang kemudian menjadi tanda tanya besar bagi Deddy Corbuzier, yang mempertanyakan keberadaan KPI pada saat Fajar banyak ditayangkan di program TV dan media sosial. Deddy juga mengungkap kekesalannya pada saat membawakan acara Hitam Putih, pernah kena KPI lantaran menghadirkan seorang anak di bawah umur sebagai narasumber.
Deddy pun kemudian merujuk pada pasal 29 peraturan KPI tentang pedoman perilaku penyiaran yang menyebutkan bahwa lembaga penyiaran tidak boleh mewawancarai anak-anak di bawah umur 18 tahun di luar kapasitas mereka serta wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan mereka. Akan tetapi terhadap program-program TV sekarang, KPI justru terkesan diam.
“Tapi anda enggak nonton Fajar Sadboy di TV? Kalau di YouTube Anda enggak punya kuasa iya, tapi di TV? Bukan salah TV-nya, bukan salah host-nya. Ppertanyaannya mana KPI, peraturannya ada realisasinya mana? Ayo apa cuman konten 18+ gitu ya yang menarik dibahas Kalau yang di bawah umur ya udahlah gitu enggak apa-apa atau gimana?” tukas Deddy. (ASB)