Potretkota.com - Kementerian Agama terus berupaya memperluas akses layanan publik yang ramah disabilitas. Kemenag misalnya telah menginisiasi sejumlah madrasah inklusi. Penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023 M, bahkan secara khusus Kemenag mengusung semangat ramah lansia dan disabilitas.
Terbaru, Kementerian Agama telah menyelesaikan penyusunan mushaf Al-Qur'an bahasa Isyarat 30 juz. “Alhamdulillah, proses penyusunan mushaf Al-Qur'an Isyarat sudah selesai dan akan segera kita cetak. Ini akan menjadi mushaf Al-Qur'an Bahasa Isyarat pertama di Indonesia, bahkan dunia,” tegas Menag Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Senin (13/11/2023).
“Semoga kehadiran mushaf Al-Qur’an Isyarat ini dapat memudahkan akses masyarakat disabilitas terhadap kitab suci. Ini yang selama ini juga menjadi arahan dari Presiden Joko Widodo agar layanan pemerintahan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” sambungnya.
Selain mushaf Al-Qur’an Bahasa Isyarat, Kementerian Agama juga memiliki mushaf Al-Qur’an 30 juz standar Braille. Saat ini, telah dilakukan proes penyempurnaan cetakan mushaf Al-Qur’an yang diperuntukkan khususnya bagi masyarakat disabilitas netra.
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) H Abdul Aziz Sidqi mengungkapkan bahwa mushaf Al-Qur'an Isyarat telah hadir dalam format digital dan dapat diakses melalui aplikasi Pusaka Superapps Kementerian Agama. Saat ini, pihaknya sedang melakukan proses cetak mushaf Al-Qur'an Isyarat dan rencananya terbit pada akhir 2023.
“Kita siapkan versi cetaknya. Insya Allah akan selesai pada akhir 2023 ini,” kata Aziz, panggilan akrabnya, di Gedung Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal, TMII Jakarta.
Senada dengan Menag Yaqut Cholil Qoumas, Aziz mengaku pihaknya telah melakukan kajian. Hasilnya, sekarang belum ada cetakan mushaf Al-Qur’an Bahasa Isyarat. “Setelah kami lakukan semacam kajian, ini adalah mushaf Al-Qur’an Isyarat pertama 30 juz yang ada di dunia,” sambungnya.
Menurut Aziz, mushaf Al-Qur’an Isyarat diperkirakan memiliki halaman lebih tebal dari mushaf pada umumnya. Ini karena, mushaf Al-Qur’an Isyarat memuat tidak hanya teks Al-Qur’an semata, tetapi juga akan memuat font isyaratnya.
Mushaf Al-Qur'an Isyarat akan dicetak dalam dua jilid. Jilid pertama mencakup Juz 1-15, sementara jilid kedua mencakup Juz 16-30. Rencananya, dalam terbitan pertama akan dicetak kurang lebih 1.000 hingga 2.000 eksemplar.
“Kurang lebih sekitar, 1.000-2.000 eksemplar. Jadi, karena ini tidak sama seperti Al-Qur’an biasa, kita buat 2 jilid karena, kalau (juz 1-30) 1 jilid, ini akan tebal sekali,” katanya.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam mushaf Al-Qur'an Isyarat yaitu metode kitabah dan metode tilawah. Pada proses penyusunannya, Aziz menyebut pihaknya bersinergi dengan para ahli, teman disabilitas tuli, dan berbagai organisasi terkait.
“Bersama-sama merumuskan kesepakatan mengenai huruf, harakat, dan tanda baca. Setelah itu, tim yang sama menyusunnya dengan melibatkan semua stakeholder yang terlibat,” urai dia.
“Kita cek satu persatu, kita susun ayatnya mulai dari Al-Fatihah, sampai An-Nas, kita cek dan baca satu persatu, hurufnya harakatnya, karena ini Al-Quran tidak boleh ada yang kurang atau kelebihan huruf maupun harakat. Kami mematikan bahwa nanti Al-Qur’an yang kami cetak sudah sahih, tidak ada lagi kesalahan. Tidak ada lagi kesalahan,” imbuhnya.
Aziz menjelaskan bahwa proses penyusunan mushaf Al-Qur'an Isyarat sudah dimulai sejak 2021 dengan diawali menyusun panduan membaca Al-Qur'an bahasa isyarat. Setelah peluncuran Juz 'Amma bahasa isyarat pada 2022, pihaknya kemudian melanjutkan penyusunan seluruh 30 juz Al-Qur'an dalam bahasa isyarat.
Mushaf Al-Qur’an Isyarat ini, terang Aziz, merupakan wujud perhatian penuh pemerintah dalam hal ini Kemenag melalui LPMQ terhadap layanan keagamaan, khususnya terkait Al-Qur'an. Upaya ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menegaskan hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan kitab suci dan lektur keagamaan yang mudah diakses.
“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas di mana di situ disebutkan dalam Pasal 14 di huruf C itu jelas dikatakan bahwa penyandang disabilitas juga berhak mendapat layanan kitab suci dan juga lektur keagamaan yang mudah diakses,” ujarnya. (MK/Hyu)