Potretkota.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan, dalam perkara pungutan redistribusi Desa Tambaksari menghadirkan saksi, salah satunya Nofi Hariyanto warga Purwosari Kabupaten Pasuruan, Rabu (20/9/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
Dalam persidangan, saksi dihadapan Majelis Hakim dan JPU mengaku, mendapat Rp17 juta dari panitia resdritibusi Tambaksari. Uang tersebut, dipergunakan Nofi Hariyanto untuk operasional, sebagai konsultan hukum dan membantu panitia melancarkan urusan sertifikat tanah.
"Sebelum kegiatan pembagian sertifikat itu dibuatkan keplek peserta, banner, itu yang Rp2 juta," ucap Nofi Hariyanto.
Sisanya, yang Rp15 juta dipakai Nofi untuk mengurus perkara resdritibusi tanah Tambaksari. "Setelah ada masalah ini kan agak rancu, Bu Siti Fikriyah kayaknya lepas tangan, saya disuruh berangkat ke Kejagung. Setelah itu saya ke Komisi II dan Kementerian," jelas Nofi Hariyanto.
Padahal, menurut Nofi Hariyanto, awal saat proses redistribusi bersama dengan panitia beberapa kali berkunjung ke sekretariat Gerakan Masyarakat (Gema) Perhutanan Sosial (PS) Indonesia menemui Ketua Siti Fikriyah Khuriyati. "Disana kita diminta uang untuk peta Rp30 juta, tapi oleh panitia kalau engga salah dibayar Rp15-20 juta saja," tambahnya.
Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan, Dimas Rangga Ahimsa SH menilai keterangan saksi Nofi Hariyanto aneh dan tidak masuk akal. "Saksi Nofi ini bukan panitia, membantu dari awal dan punya sertifikat," ujarnya.
JPU menilai, Nofi Hariyanto punya kedekatan dengan Kades Jatmiko. "Buktinya dia tidak punya bukti penggarapan dan sebagainya. Lalu dia sama temannya beli tanah ke penggarap Sutomo. Kok bisa diloloskan? Sebenarnya panitia ataupun Kepala Desa ini tidak murni membantu masyarakat. Kenapa? satu, ada masyarakat yang tidak punya uang tidak bisa daftar. Kedua, orang yang punya kedekatan dipermudah," pungkasnya. (Hyu)