Potretkota.com - Mantan Direktur Utama PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Artha Selaras salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Blitar, Muhammad Fauzi mengaku selama memimpin proses kredit tidak mendapat imbalan dari nasabah.
Alasannya, peraturan bank tidak diperbolehkan pimpinan dekat dengan nasabah. "Kalau imbalan tidak ada, kami komunikasi dengan nasabah pada saat ada tagihan. Saya tidak diperkenankan akrab dengan debitur," tegas Fauzi, Selasa (6/6/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
Terdakwa Fauzi yang bekerja di BPR Hambangun Artha Selaras sejak tahun 2007-2021, malah mengklaim sudah menguntungkan perusahaan. "Dulu modalnya BPR Hambangun Artha Selaras kecil, hanya Rp5 miliaran, tapi kami mampu setor PAD rata-rata Rp2,2 miliaran pertahunnya. Untungnya juga bisa beli tanah bangunan dua laintai nol jalan luas 500, kalau engga salah harga Rp8 miliaran. Kami juga beli tanah dan bangunan di Blitar Rp3 miliaran luas tanah 350 meter persegi," jelasnya.
Karena Pandemi berlangsung, 2019 lalu, Fauzi kesulitan menagih hutang kepada nasabah. "Karena pandemi, hampir semua pembayaran kredit macet. Ada beberapa yang bayar," tambahnya.
Meski demikian, Fauzi tetap melakukan upaya kepada 21 nasabah yang punya masalah kredit macet, kurang lebih Rp6,2 miliar. "Upaya kami sudah mengirimkan surat peringatan, sudah mengajukan lelang. Tapi karena masa pandemi, jaminan yang dilelang tidak laku," urainya.
Kepada Majelis Hakim, Fauzi mengaku menyesal karena sudah memasrahkan BPR Hambangun Artha Selaras kepada Direktur Operasional Iswantoro. "Itu kesalahan saya, terlalu percaya sama orang lain. Saat pandemi, saya tidak inten ke kantor," akunya.
Menurut Fauzi, dari 21 nasabah yang berhutang, ada beberapa nasabah yang masih mencicil, dan sudah membayar lunas, sekitar 3 orang. "Ada satu lagi yang sudah membayar lunas Rp600 juta, ada yang masih proses ," ujarnya.
Karena itu, Hatarto Pakpahan SH MH CLA salah satu kuasa hukum Muhammad Fauzi meminta agar pihak Kejaksaan melakukan perhitungan kredit macet secara tepat. "Karena sudah ada yang membayar, kerugian negara harus jelas," pungkasnya. (Hyu)