Potretkota.com - Terdakwa dugaan korupsi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Covid-19 dari Kementerian Agama, yang menjerat Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Al Quran (FKPQ) Bojonegoro Shodikin masuk agenda pledoi (tahap pembelaan).
Shodikin dalam perkara No 121 /Pid.Sus-TPK/2021/PN.sby telah membuat 8 lembar nota pembelaan. Mulai halaman pertama, terdakwa mengkisahkan pada bulan April 1995 sudah mendirikan Taman Pendidikan Al-Qur’an di Desa Jatigede Kec Sumberrejo, Bojonegoro.
Karena dianggap paling totalitas dalam pengembangan TPQ An-Nahdliyah di Kabupaten Bojonegoro, tahun 2020, terdakwa Shodikin ditunjuk menjadi Ketua FKPQ Bojonegoro. Terungkap dalam persidangan, penunjukan dilakukan seseoang bernama Abdul Azis Ketua FKPQ Jawa Timur.
Dalam perkara BOP Covid-19 dari Kementerian Agama, Bapak dua anak ini juga mengaku tidak mendapatkan apa-apa. “Saya selaku ketua FKPQ Kabupaten Bojonegoro tidak pernah menerima apapun yang dituduhkan oleh jaksa, jangankan menerima memerintah saja pun saya tidak pernah, bagaimana mungkin kami memerintah apa yang dituduhkan oleh jaksa, sementara kami pengurus FKPQ Bojonegoro sudah menerbitkan surat edaran larangan adanya pungutan/potongan. setiap rapat saya tidak pernah sendiri, ada sekretaris dan pengurus FKPQ lainnya yang mendampingi saya,” jelas Shodikin dalam pledoinya.
Suami dari Siti Ruqayah mengungkapkan, uang korupsi yang dituduhkan, diketahui dari Jaksa Bojonegoro. “Justru saya tahu adanya angka-angka dan nominal-nominal itu semua dari jaksa, mengapa demikian? Jika kita buka data yang didakwakan oleh JPU, kita akan menemui ketidak sinkronan/kesemrawutan dalam data tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, salama proses pemeriksaan di Kantor Kejaksaan Kabupaten Bojonegoro, pendiri Pondok Daruttawwabin di Ngrowo telah mengalami intimidasi. Termasuk Koordinator Kecamatan (kortan) FKPQ Bojonegoro.
“Bentuk intimidasi, kriminalisasi, dan penindasan terlihat dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Bojonegoro, terutama pemaksaan pembuatan surat pernyataan lembaga yang sudah dikonsep sesuai degan keinginan jaksa,” jelas Shodikin, tidak pernah tahu SK-BOP Covid 19 tahap II, III, IV.
Menurut Shodikin, awal pemeriksaan yang dikejar-kejar oleh penyidik adalah pengadaan barang alat Kesehatan Covid-19 yang dinilai harganya diatas harga normal. “Tapi ketika tahu barang itu dari pusat dan dikirim se-Jatim, dan dibalik itu ada nama Muhammad Shodikin, staf ahli DPR RI komisi VIII bagian bansos. Tiba-tiba selesai begitu saja tanpa adanya tindak lanjut,” tambahnya heran.
Untuk itu, Shodikin meminta kepada Ketua Majelis Hakim I Ketut Suarta SH, MH agar dibebaskan dari dakwaan yang sudah dibuat oleh Kejaksaan.
“Saya merasa didzolomi, saya merasa dikorbankan, dikriminalisasi. Bukan hanya saya yang jadi korban, tapi anak dan istri saya, keluarga saya, anak-anak yang yatim piatu yang selama ini kami asuh, kami tanggung biaya makan, kesehatan, sekolah, dan lain-lainnya. Saya mohon pada majelis hakim, tolong bebaskan saya,” pungkas Shodikin. (Hyu)