Potretkota.com - Subdit Tipiter Ditreskrimsus Polda Jatim membongkar mafia BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi jenis solar. Hasilnya, 6 orang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Masing-masing keenam orang tersangka tersebut adalah NF, MR, E, GA, NPF dan R. Salah satu diantaranya merupakan pimpinan PT Putra Wahyu Persada, selaku perusahaan penyalur BBM ke industri.
Dari praktik yang dijalankan, para pelaku meraup keuntungan hingga Rp500 juta per bulan. Wadireskrimsus Polda Jatim AKBP Zulham Effendy menuturkan, penyelewengan BBM bersubsidi menjadi kasus atensi aparat penegak hukum karena praktik ini menimbulkan keresahan masyarakat.
“Mereka berhasil ditangkap di TKP, dalam artian tertangkap tangan disaat melakukan aksi membeli BBM di SPBU resmi dengan menjual harga non subsidi ke industri,” ujar Zulham, Selasa (19/4/2022).
Ia menjelaskan, para pelaku membeli BBM jenis solar bersubsidi di SPBU Gondang, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan dengan harga Rp5.500 per liter. Para terduga pelaku membeli BBM bersubsidi dengan menggunakan mobil box tertutup yang telah dimodifikasi sedemikian rupa hingga bisa menampung ribuan liter solar.
Zulham menambahkan, solar-solar itu kemudian dipindahkan ke tangki-tangki penampungan yang tersebar di beberapa tempat. Selanjutnya PT Putra Wahyu Persada mengambil solar yang terkumpul dan membelinya seharga Rp6.000 per liter, lalu dijual kembali ke industri dengan harga non subsidi sebesar Rp11 ribu per liter.
Dalam sehari PT Putra Wahyu Persada bisa menjual hingga 24 ribu liter. Sehingga bila dihitung, omzet yang diraup perusahaan ini mencapai Rp 500 juta per bulan. Zulham menegaskan, akan terus mendalami kasus ini, karena diduga ada oknum operator SPBU yang terlibat.
“Keterlibatan operator pasti ada, karena memang mereka mengetahui. Tidak mungkin mobil biasa, mobil box diisi sampai dengan 2.000 liter, berarti mereka mengetahui,” katanya.
Polisi pun menjerat para pelaku dua kejahatan tindak pidana tersebut dengan pasal 55 Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dengan ancaman enam tahun penjara serta denda Rp6 milyar. (Icus)