Potretkota.com - Disaat prajurit melakukan pengamanan dan pencarian terhadap pelaku kejahatan di Puncak Kabo Distrik Yigi Kabupaten Nduga pada tanggal 1-2 Desember lalu, Gubernur Papua Lukas Enembe meminta agar pemerintah Indonesia menarik seluruh aparat TNI-Polri yang sedang melaksanakan tugas pengamanan.
“Saya sebagai gubernur Papua, meminta kepada presiden RI untuk menarik pasukan yang ada di Kabupaten Nduga. Ini adalah momen Natal, tidak boleh lagi ada TNI dan Polri di sana,” kata Lukas Enembe, Kamis (20/12/2018) dikutip dari BBC News Indonesia.
Senada, Ketua DPR Papua, Yunus Wonda mengaku mendapat laporan bahwa pengejaran yang dilakukan TNI terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) membuat masyarakat ketakutan. “Rakyat semakin trauma, ketakutan. Mereka lari ke hutan. Kami minta hentikan semua pergerakan di Nduga, tarik seluruh pasukan keluar dari sana,” ujarnya.
Menyikapi Seruan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Ketua DPR Papua Yunus Wonda, Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi menegaskan, tidak akan menarik pasukan dari Kab. Nduga. Mengingat TNI berkewajiban menjamin segala program Nasional yang harus sukses dan berjalan dengan lancar. “Selaku prajurit di lapangan hari Raya bukanlah alasan untuk ditarik dari penugasan, karena kami yakin Tuhan pun juga Maha Tahu akan kondisi itu,” tegasnya.
Menurut Aidi, sebagian besar Prajurit yang bertugas juga ummat Kristiani. Pangdam dan Kapolda juga hambah Tuhan. “Kami Parjurit sudah terbiasa merayakan hari Raya di daerah penugasan, di gunung, di hutan, di tengah laut atau dimanapun kami ditugaskan. Dan tidak ada masalah dengan perayaan Natal, seperti di Mbua dan Yigi Kompleks, Rakyat dan aparat keamanan khususnya ummat Kristiani akan melaksanakan ibadah secara bersama-sama. Tanggal 6 Desember yang lalu di Mbua dilaksanakan ibadah bersama antara Rakyat dan TNI di Gerja Mbua dipimpin oleh Pendeta Nataniel Tabuni (Koordinator Gereja se Kab. Nduga) dihadiri oleh Danrem 172/PWY Kolonel J. Binsar. P. Sianipar,” terangnya.
Aidi juga menerangkan, Lukas Enembe dan Yunus Wonda diduga tidak memahami tugas pokok dan fungsi (tupoksi) nya sebagai pemimpin, pejabat dan wakil rakyat. “Jadi menurut saya Gubernur dan Ketua DPR serta pihak manapun tidak sepantasnya meminta aparat keamanan TNI-Polri ditarik dari Nduga dimana didaerah tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat yang harus mendapatkan penindakan hukum. Justru apabila TNI-Polri tidak hadir padahal nyata-nyata di tempat tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat maka patut di sebut TNI-Polri atau Negara telah melakukan tindakan pembiaran.,” terangnya
Menurut Aidi, seharusnya bila Gubernur dan Ketua DPR sebagai seorang pemimpin dan wakil rakyat yang bijak, beliau tidak harus meminta aparat keamanan TNI-Polri yang ditarik, tetapi para pelaku pembantaian itulah yang harus didesak untuk menyerahkan diri beserta senjatanya kepada pihak yang berwajib guna menjalani proses hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
“Bukankah gerombolan Separatis pimpinan Egianus Kogoya telah menyatakan bahwa merekalah yang bertanggung jawab telah melakukan pembantaian terhadap puluhan karyawan PT Isataka Karya? Kalau mereka memang bertanggung jawab harusnya jangan menjadi pengecut dan bersembunyi kemudian kemana-mana berkoar-koar seolah-olah mereka yang teraniaya sedangkan aparat keamanan dituduh sebagai penjahat kemanusiaa,” tambah Aidi.
Bagi Aidi, TNI-Polri dating bukan untuk menakut-nakuti rakyat apalagi membunuh rakyat tak berdosa. Yang kami cari adalah mereka para pelaku pembantaian. Rakyat dan aparat TNI-Polri bisa merayakan natal bersama di daerah yang terjaga dan aman. “Rakyat tidak perlu merasa terganggu atas kehadiran TNI-Polri di Mbua dan Yigi Kompleks. Yang merasa terganggu adalah mereka para pelaku kejahatan yang berlumuran dosa telah membatai warga sipil yang tidak berdaya,” bebernya. (SPA)