Potretkota.com - Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PKL) Cokelat yang berada disamping Grand City Mall, oleh Satpol PP Kota Surabaya, berencana direlokasi ditempat yang sepi, yakni SWK Kapas Krampung.
Rencana rekolasi ditolak oleh Ketua Paguyuban PKL Cokelat Mochammad Jazaini. Menurutnya, pindah lokasi yang ditentukan Satpol PP Kota Surabaya, tidak layak. "Kami berjualan sudah lama atas restu Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Jadi kalau bisa, relokasi jangan jauh dari lokasi Grand City," kata Jazaini, Kamis (19/9/2019).
Alasan lain enggan direlokasi jauh, karena selama ini pelanggan PKL sebagaian besar pegawai Grand City Mall. Mengingat, harga makanan cukup kompromi bagi kantong pegawai. "Meraka (pelanggan) kalau belum bayaran masih utang ke PKL. Kalau makan di restoran, gaji seminggu bisa habis," aku Jazaini.
BACA JUGA: Terancam Digusur, PKL Cokelat Mengadu ke Dewan
Sementara, Dony Eko Wahyudin dari Bantuan Hukum Jimat yang mendampingi paguyuban PKL Cokelat, mengaku, relokasi yang dipaksakan oleh Satpol PP Kota Surabaya menyiderai perundang-undangan yang berlaku, mulai Peraturan Presiden hingga Perda Surabaya.
Dalam Perda Kota Surabaya Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyediaan Ruang Bagi Pedagang Kaki Lima Di Pusat Perbelanjaan Dan Pusat Perkantoran Pusat Perbelanjaan sudah dijelaskan, termasuk Mall wajib menyediakan ruang bagi PKL.
"Semua berdasar asas Kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan juga termasuk kelestarian lingkungan," tambah Dony.
Dony juga menyebutkan, pihak Satpol PP Kota Surabaya, terkesan juga mengingkari apa yang sudah disepakati saat rapat di Kantor DPRD Kota Surabaya. "Ingat saya, dulu anggota dewan minta agar pihak Grand City harus menyediakan lahan untuk PKL. Jadi harusnya, kesepakatan itu ditaati dulu, jangan asal relokasi," paparnya.
Terpisah, Nurtam Satpol PP Kecamatan Genteng Kota Surabaya, tetap memaksa agar PKL segera pindah dari sekitaran Grand City Mall. "Saya kasih batas waktu 6 hari PKL Cokelat harus bersih," tegasnya. (Tio)