Potretkota.com - Ketua Yayasan SMK Pemuda Papar Kediri, Joko Arifianto menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (8/2/2022).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tomy Marwanto dari Kabupaten Kediri dalam persidangan menghadirkan saksi ahli dari inspektorat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri, Yuli Agustono.
Menurut ahli, tahun 2016-2017, SMK Pemuda Papar Kediri menerima aliran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur total Rp 536.620.000 Uang sebanyak itu, kemudian ditransfer ke rekening terdakwa Rp 295,200.000.
"Uang sudah dikembalikan ke sekolah Rp 362 juta. Sisa Rp 46 juta itu termasuk honor guru dan karyawan," kata Yuli Agustono.
Ahli menyebut, BOS yang dicairkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Jawa Timur tidak ada Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dari SMK Pemuda Papar Kediri. Dengan alasan, karena saat itu force majeure (suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia). "Tidak ada SPJ karena ada banjir," akunya.
Menurut ahli, selama melakukan audit keuangan BOS SMK Pemuda Papar atas perintah penyidikan kepolisian. "Saya melakukan audit atas permintaan kepolisian," tambah Yuli Agustono.
Mendengar hal tersebut, Anggota Majelis Hakim Manambus Pasaribu, yang bingung dengan keterangan saksi ahli pun menanyakan soal kerugian negara yang sudah dilakukan oleh terdakwa Joko Arifianto.
"Kan uang sudah dikembalikan, terus kerugian dari mana?" tanya Manambus Pasaribu.
Mendapati pertanyaan tersebut, ahli Yuli Agustono dari pegawai inspektorat Pemkab Kediri ini pun tak bergeming. "Saya audit berdasar aturan saja," singkatnya, mengklaim baru menjadi ahli untuk pertama kalinya.
Sementara, Bambang Pujiono pengacara Joko Arifianto mengaku, perkara kliennya terlihat dipaksakan. Terlebih, saksi ahli beberapa kali tidak berhasil menjawab pertanyaan dari Majelis Hakim.
"Laporan ke Pemerintah Provinsi tidak ada masalah, laporan pembukuan sudah ada. Masa gara-gara tidak ada SPJ Joko Arifianto harus dipidana. Ini pasti ada unsur politik di Sekolah," ujar Bambang Pujiono.
Hal ini diungkap tanpa sebab, karena JPU dari Kabupaten Kediri menjerat terdakwa dengan Pasal 2 Jo Pasal 3 Undang-undang Tipikor Jo Pasal 55 KUHPidana. "Kalau ada Pasal 55 (turut serta), harusnya Kepala Sekolah (Erik Suprayogo) ataupun Bendahara (Rudi Hartono) juga dipidana," pungkas Bambang Pujiono. (Hyu)