Potretkota.com - Lauw Djin Ai alias Kristin, menjalani persidangan kasus Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA). Kali ini, Ketua Majelis Hakim Jamuji mendengarkan keterangan saksi yang dihadrikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dian Akbar Wicaksana, yakni dari PT Anak Burung Tropicana (ABT) Tabanan Bali, dan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen KKH-KLHK).
Kepada hakim, saksi Dewa Made Astawa mewakili PT ABT mengaku, satwa burung paruh bengkok yang dibeli terdakwa Kristin antara tahun 2004-2005 secara legal dan berdokumen lengkap. “Burung yang dibeli ibu Kristin semuanya dilengkapi SATS/DN (Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri). Memang tidak ada sertifikat karena di Bali Sertifikat satwa dilindungi baru dikeluarkan tahun 2014,” terangnya tidak ingat berapa banyak burung paruh bengkok yang sudah dibeli terdakwa, Senin (4/3/2019), di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Jember.
Baca Juga: Ditpolairud Polda Jatim Tangkap Sopir PT Waru Daya Sinergi
Sementara, saksi Niken dari Dirjen KKH-KLHK berpendapat, terdakwa Kristin telah melakukan pelanggaran hukum, karena ijin penangkaran burung yang dilindungi telah kadaluarsa sejak tahun 2015.
“Kalau ijin penangkaran mati, maka penangkar wajib membuat ijin baru dengan satwa yang baru juga. Sebab jika ijin penangkaran mati, satwa menjadi milik negara. Selanjutnya apabila ijin penangkaran sudah mati, otomatis ijin edar juga tidak berlaku. BBKSDA memiliki fungsi pengawasan, pengendalian, dan pembinaan terhadap mitra konservasi,” jelas perempuan yang menjabat di Fungsional Pengendalian Ekosistem ini.
Sementara, usai sidang kuasa hukum terdakwa, Muhammad Dafis menyayangkan jika kliennya dipenjara. Sebab, menurutnya terdakwa Kristin yang sudah menjadi penangkar satwa liar dilindungi selama puluhan tahun seharusnya diberikan penghargaan dan dilakukan pembinaan. Mengingat, UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Baca Juga: Keramik Impor Ilegal asal Cina Rp9,8 Miliar Masuk Surabaya
“BBKSDA tadi menjelaskan mempunyai tugas pembinaan dan pengawasan. Namanya penangkar itu anaknya BBKSDA, jadi kalau anaknya nakal ya harus dibina. Tapi faktanya ini malah dibinasakan,” keluh Dafis kepada wartawan.
Dafis menegaskan, kliennya sebelum ditangkap Polda Jatim sudah berusaha mengurus ijin penangkarannya yang sudah habis masa berlakunya. Ia mengakui selama ijin penangkaran habis, kliennya pernah mendapat teguran KSDA Jember di bulan Maret 2018.
Ditempat yang sama, JPU Dian Akbar Wicaksana kepada wartawan membenarkan jika pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) telah menegur terdakwa sebelum dipidana. “Keterangan saksi Saefudin di persidangan sebelumnya juga sudah melakukan teguran atau peringatan,” pungkasnya.
Baca Juga: DPRD Pasuruan Adukan Tambang Ilegal ke Kapolri
Perlu diketahui, dalam dakwaan No 32/Pid.B/LH/2019/PN Jmr dijelaskan, terdakwa pimilik CV Bintang Terang yang tinggal di Dusun Krajan, Desa Curah Kalong, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, memelihara 441 satwa dilindungi. Diantaranya, 212 ekor Nuri Bayan, 99 ekor Kaka Tua Besar Jambul Kuning, 21 ekor Kaka Tua Jambul Orange, 82 ekor Kaka Tua Govin, 5 ekor Kaka Tua Raja, 1 ekor Kakatua Aiba, 1 ekor Jalak Putih, 6 ekor Burung Dara Mahkota, 4 ekor Nuri Merah Kepala Hitam dan 6 Nuri Merah.
Dianggap tak berizin, perempuan 59 tahun ini oleh JPU dijerat Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a dan huruf e UU RI No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnnya, dengan ancaman hukuman pidana maksimal 6 tahun penjara. (Hyu)
Editor : Redaksi