Krisbanu: Ini soal nyawa

Polemik Proyek Biru, RW: Semua Dapat Kompensasi, Kecuali...

avatar potretkota.com
Pembangunan gedung baru PT Biru Semesta Abadi.
Pembangunan gedung baru PT Biru Semesta Abadi.

Potretkota.com - Pembangunan gedung baru PT Biru Semesta Abadi (BSA) sedang berpolemik dengan warga. Akibatnya, proyek di Jl. Dukuh Karangan, Gang Golongan RT 2 RW 3 Kelurahan Babatan Kecamatan Wiyung, dihentikan setelah disidak anggota DPRD Kota Surabaya.

Ketua RW 3 Isnanto kepada Potretkota.com menyampaikan, semua warga sudah dapat kompensasi pembanguan dari perusahaan air merek Biru. Tidak sedikit, istilah kompensasi Corporate Social Responsibility (CSR) untuk warga terdampak ring 1 mendapat Rp32,5 juta.

Baca Juga: Ratuan Sopir Truk Jawa Timur Menuju Surabaya Demo Tolak ODOL

"Ring 2 dapat kalau engga salah Rp5-10 juta, warga sisanya masing-masing Rp2 juta," kata Isnanto, Selasa (17/6/2025).

Diakui Isnanto, kecuali segelintir orang yang menolak kompensasi dalam bentuk uang. "Kalau engga salah ada 5 orang saja," ujarnya, merinci untuk Yayasan Ketuanya Rp50 juta, dampak bangunan Rp32,5 juta, relokasi murid TK sewa gedung sekolah selama dua tahun Rp30 juta. 

Menurut Iswanto, padahal Biru sudah menawarkan CSR lebih dari Rp100 juta untuk sekolah Yayasan Yatim Piatu Duafa Darul Aitam, namun tetap ditolak. Penolakan disebutnya tidak beralasan, karena perusahaan sudah melakukan sosialisasi dan juga asuransi kerusakan gedung ataupun kecelakaan. "Saya engga tau mintanya mereka apa," akunya, kemungkinan kalau ada permintaan kompensasi lebih yang akan ditolak.

Murid KB/TK Islam Darul Fatah, Yayasan Piatu Duafa Darul Aitam.

Sementara, Krisbanu Ketua Katua Yayasan Yatim Piatu Duafa Darul Aitam tak membantah menolak kompensasi yang pernah didengar, mencapai Rp170 juta. Ia sendiri, secara pribadi juga pernah menolak ditawari Biru Rp50 juta.

"Ini bukan soal uang, tapi keselamatan anak-anak yang sekolah di Yayasan," ucapnya.

Krisbanu sebenarnya tak menyoal pembangunan Biru yang rencana 6 lantai tersebut. Hanya saja, pihaknya menolak ada pengerukan lahan kedalaman 6 meter untuk lahan parkir tersebut.

Baca Juga: Anggota DPRD Minta Proyek PT Biru Semesta Abadi Dihentikan

"Gedung yayasan ini kan sudah tua dan tidak standar, saya takut kalau nanti terjadi seperti kasus Gubeng jalan ambrol. Kalau longsor saat proses belajar ada musibah bagaimana? kasihan guru dan anak-anak, ini masalah nyawa," akunya Krisbanu, Biru sudah membangun kebisingan dari pagi sampai malam hari.

Tak dipungkiri, selama ini Biru setiap bulannya memberi bantuan Rp2 juta untuk mushola yayasan. "Ini bukan CSR tapi infak lho ya. Tapi kan ini untuk bayar air dan sebagainya, karena hampir semua pegawai Biru sholat di mushola," terangnya.

Bukan hanya di Yayasan, Krisbanu juga mendengar Biru setiap tahunnya memberi bantuan sosial ke warga. Misal tujuh belasan, sedekah bumi, dan sebagainya. Karena itu, pihaknya berharap Yantje Wongso sebagai owner Biru bisa duduk bersama dengan warga terdampak langsung pembangunan.

"Kita pengennya bisa duduk bersama bisa dialog langsung dengan pak Yantje, mendengar langsung keluhan warga terdampak pembangunan, bukan di kantor Kecamatan," harapnya.

Sebagai warga RT 5 RW 3, hubungan Biru dengan Krisbanu diakuinya secara pribadi baik. "Karena saya ini salah satu pemborong Biru, pernah garap di Driyorejo Gresik. Kalau ada yang mau pasang baru saya pemborongnya. Tapi karena semua biaya operasional naik, Biru tidak sanggup, saya juga engga mau," imbuhnya.

Baca Juga: Anggota DPRD Minta Proyek PT Biru Semesta Abadi Dihentikan

Awal Polemik Biru Dengan Warga Terdampak

Dikantor Kelurahan Babatan, Krisbanu menjelaskan awal proses polemik perusahaan air mineral Biru dengan warga terdampak langsung pembangunan. "Jadi awalnya dulu, Biru tahun 2023 mengeluarkan izin pembangunan tanpa musyawarah dulu dengan warga, terutama warna terdampak," bebernya.

Mengetahui hal ini, dibentuk panitia kelompok kerja (pokja) dari warga. "Setelah itu ada rapat masalah pembangunan Biru. Adanya pokja, lalu pihaknya diundangan rapat oleh RW. Hasil rapat tidak disepakati, semua RT/RW menolak," urainya.

Setelah Pokja dibubarkan, ada panitia lain terbentuk, namanya tim 17. "Saya bilang setelah itu terbentuk tim siluman, yang tidak pernah diajak bicara atau menghiraukan warga terdampak langsung termasuk Yayasan," pungkasnya. (Hyu)

Editor : Redaksi

Berita Terbaru