Pembebasan Lahan APBD Rp 14,5 Miliar

Proyek Desa Gentong Berpotensi Masalah Hukum

avatar potretkota.com
(kiri) Kades Desa Gentong Misjono saat dikonfirmasi, Minggu (10/2/2019)
(kiri) Kades Desa Gentong Misjono saat dikonfirmasi, Minggu (10/2/2019)

Potretkota.com - Banyak hal yang tidak sesuai dengan kinerja pembebasan lahan pengganti (Limbah Mojokerto) di daerah Desa Gentong, Kecamatan Taman Krocok, Kabupaten Bondowoso, disebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) proyek melanggar banyak peraturan.

Diantaranya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Baca Juga: Menyoal Dugaan Pungutan Biaya Wisuda di SMP Negeri 1 Surabaya

Selain itu juga disebut mengabaikan Keputusan Gubernur Jawa Timur No 188/504/KPTS/013/2017 tentang Tim Pengadaan Tanah Lahan Pengganti Kegiatan Tukar Menukar Pada Kawasan Hutan di Kabupaten Bondowoso.

“Permasalahan di atas mengakibatkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menghadapi risiko permasalahan hukum di masa yang akan datang atas pembelian tanah senilai Rp 5.881.057.300,00,” dikutip dari Buku BPK Tahun 2017 halaman 208.

Seperti permberitaan sebelumnya, pembebasan lahan menuai masalah. Beberapa warga inisia Sn dan Lk protes karena belum menerima kompensasi ganti rugi, namun APBD 2017 sudah dicairkan.

Baca Juga: Menyoal Pelantikan Kepala Dinas di Banyuwangi

Kepala Desa (Kades) Gentong Misjono mengaku pada Sn jika lahannya dihargai Rp 175.000.000, uang sudah ditransfer ke Sunandi dan Sutikno. Padahal Sn tidak mengenal keduanya. Berdasarkan laporan realisasi pembayaran ganti rugi, Sunandi mendapat tranferan Rp 110.723.046 dan Sutikno Rp 107.465.085.

“Saat itu saya diprotes, juga diancam dilaporkan. Tapi urusan Sn selesai, sudah saya ganti pakai uang pribadi,” terang Misyono, untuk penggantian sekitar Rp 300 juta, Minggu (10/2/2019) kemarin.

Lk pun demikian, Guru SMU ini telah mendapat informasi dari Awi, jika lahannya diklaim sudah dibeli Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Timur (Jatim) dengan harga jual Rp 180 juta, dan dilakukan pembayaran secara bertahap. Padahal, salah satu lahannya tidak dijual karena merupakan milik keluarga. Penetapan harga ini juga tidak disetujui oleh Lk, dan ia pun tidak pernah menandatangani dokumen penjualan tanah di Notaris. Berdasarkan laporan realisasi pembayaran ganti rugi, Awi menerima Rp 225.201.600.

Baca Juga: LSM Minta Bupati Evaluasi Kinerja Plt. Kepala Dinkes Banyuwangi

Mengetahui hal tersebut, Misyono saat dikonfirmasi Potretkota.com terlihat lemas tak berdaya. “Sudah, sudah, urusan sudah selesai semua. Saya itu hanya korban,” dalihnya.

Anehnya, meski mengaku korban dan merugi karena sudah mengeluarkan uang secara pribadi, Misyono enggan melapor ke Polisi ataupun Kejaksaan. (Hyu)

Editor : Redaksi

Berita Terbaru