Jimly Asshiddiqie Sebut Hukum Saat Ini Miris

avatar potretkota.com

Potretkota.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstutusi (MK) Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H mengaku, hukum di Indonesia saat ini sangat miris. Sebab, berbeda pendapat saja atau perkara sepele sudah dipidanakan.

"Jadi jangan setiap laporan, setiap pengaduan diproses hukum terlalu banyak yang harus diproses, penjara akan penuh," kata Jimly kepada wartawan, usai acara seminar Memujudkan Restorative Justice Dalam Penyelesaian Penyelesaiaan Hukum dan Konflik Horizontal di Masyarakat Melalui Mediasi Sebagai Alternative Dispute Resolution, di salah satu hotel di Surabaya, Rabu (15/5/2019).

Baca Juga: Sanitasi Layak dan Aman adalah Kebutuhan Dasar

Jimly Asshiddiqie mencontohkan, kasus seperti pria yang mengancam memenggal presiden merupakan emosi sesaat. "Misalnya ada orang berbeda pendapat. Seperti (kemarin) ada orang ngancam presiden, emangnya dia bisa merealisasikan memenggal kepala presiden? Nah itu contoh orang lagi marah ngomong sembarangan dipidanakan," ujarnya.

Baca Juga: Prodi Sejarah Unair Diskusi Berdirinya NU & Fatwa Jihat

Menurut Jimly, jika setiap perkara dipenuhi, maka penjara akan full. "Tapi kan penjara udah penuh dan 5 tahun ini pendekatan terus dengan pemidanaan penjara akan makin penuh. Karena dampak dari Pilpres ini kekecewaan, kemarahan, kebencian itu menjadi dendam, dan itu diekspresikan dalam kata-kata nakal. Lah.. itu semua dipenjarakan ada pasalnya, tapi penuh penjaranya dan penjara juga tidak menyelesaikan masalah orang," terangnya.

Selain itu menurutnya, orang dipenjara tidak semua akan bertobat, namun hanya 30 % saja bertobat. 20 ndam keluar penjara merasa tidak salah, dan 40 % selama di penjara dia makin menjadi.

Baca Juga: Salah Satu Temuan Dugaan Korupsi Kemensos Era Khofifah Berawal dari Kampus Malang

"Hukum pidana itu adalah tindakan kekerasan negara, dengan menggunakan hukum meskipun dibenarkan dari segi aturan teks peraturan perundang-undangan. Tapi jangan semuanya di umbar, penjara akan penuh dan solusinya itu harus ada mediasi, ada persuasi. Tapi saya kira baik juga untuk shock terapi, untuk sementara bolehlah," pungkas Jimly. (SA)

Editor : Redaksi

Berita Terbaru